kotak gula pasir di samping wajahku.
jauh di bawah jendela kaca
kota kita mulai kembali menjadi nota
mobil dan orang memutari jalan
enggan dan lamban
masih,
kucetak wajahmu di muka stempel setiap pagi
kubawa menandai satupersatu
mimpi yang kutunailunaskan lalu kumasukkan ke saku baju
kotak gula pasir di samping wajahku
kusimpan,
untuk mungkin -kelak entah kapan-
kau minta menemani kopi pahitmu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
el. puisi2mu-entah kenapa- jadi sangat saya suka. makasih.
moga2 gulanya kepakai y,..
el, kenapa memakai benda2 yang dekat dengan makanan semua sebagai metafora? lagi lapar? he2. tapi bagus kok. sip.
@ doa di putik kamboja :
o ya? terimakasih buatmu. gulanya pasti terpakai, pasti. :)
@ haris :
masa? semua? nggak ah haris, cuma pakai "gula", kamu yang lagi lapar kali.. hehe
re-reading
Hmmhpffhh...
berat eung
:-)
@ capung :
hmmpfhh.. juga. berat di aku atau berat di siapa nih, ngomong-ngomong? (halah)
Posting Komentar