Jumat, 21 November 2008

pasang laut ketigapuluhtujuh

ombak sedang tinggi
betapa kau pilih musim yang tepat untuk pergi
meninggalkanku dalam lapak
sempit dan apak

badanku dibujukbujuk maut
tepat benar kau pilih waktu untuk bersikeras melaut

mungkin butirbutir pasir yang menelusup dari tingkap angin
terhirup dan tinggal di paruparuku
darinya kudengar kau takkan kembali
kabar yang didesaukannya berulang di tiap sepenarikan nafasku

laut pasang penuh
tapi besok takkan kukumpulkan lokanlokan yang tertinggal di pantai
sebab kau takkan pulang bukan?
dan aku pun tak akan tinggal
sudah kubiarkan hatiku habis
dihisap balingbaling perahumu

5 komentar:

Anonim mengatakan...

di situ lah kau menetapkan hati
menyimpan pecahan kaca dan sepotong besi
;bahwa kau harus mati
saat nasi dan ikanikan menjadi basi
atau tak ada lagi

lalu kau hanya pandangi langitlangit kita yang sangit
menunggu suara tuhan sebagai wangsit: sekarang waktunya mati!

lupakah, kau betapa bagiku
dan begitulah aku pergi
berjingkat seperti kucing yang mencuri ikan asin kita
tapi aku akan datang sebagai tuhan
dan kau harus menjadi.

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Anonim mengatakan...

@ aku :

hmmm...

Anonim mengatakan...

ko cuma hmmh...? kau memang penyair el. dan hmmh.. yang dikatakan seorang penyair pasti juga puisi, kan? apakah itu sbuah puisi seperti 'kalian'nya sutardji? wah kau memang penyair el. aku jadi ingin bicara panjang denganmu. tapi tentu bukan karena kau seorang wanita. ini soal makna. karena ini bukan ketertarikan fisik yang bla bla bla:)

Anonim mengatakan...

@ alter u :

nah, mari bicara panjang, yang tentu bukan karena aku wanita, lagipula apa itu ketertarikan fisik yang bla bla bla..? (kayak kenal nih) :)