pelanpelan kita mulai hapal
pada lorong yg tak pernah cukup terang dengan bangku bangku tunggu panjang
juga pada macam macam jenis nyeri dan rasa putus asa
yang lekat di lantai, di dinding, di wajah wajah pias
sengaja cuma kutinggalkan sebuah pertanyaan untukmu
: tahukah kau, kalau semua terapis itu mempunyai bau yang sama?
dan aku tersenyum membayangkan engkau kemudian berlari pergi sambil memekik
“Kau! Kau bau antibiotik!!”
Selasa, 15 Desember 2009
Selasa, 11 Agustus 2009
namanya kesunyian.
kusebut ia kesunyian.
setelah mengantarku
dan meninggalkan sebuah kecupan di kening
ia berbalik untuk menjemput yang selainku
: kau, mungkin?
setelah mengantarku
dan meninggalkan sebuah kecupan di kening
ia berbalik untuk menjemput yang selainku
: kau, mungkin?
Rabu, 15 April 2009
Rabu, 18 Maret 2009
bukan rindu
tak pernah lebih dari sedetik dua kita bersitatap
selalu lebih dari cukup untuk menyepakati jarak
kau tanam batubatu di seluruh rumah
beberapa tumbuh di telinga dan kau kunci di belakang lidah
ada api
pada tiap kata yang kau pilih
di luar segalamu yang tak berpintu
aku duduk memeluk kotak tissue
selalu lebih dari cukup untuk menyepakati jarak
kau tanam batubatu di seluruh rumah
beberapa tumbuh di telinga dan kau kunci di belakang lidah
ada api
pada tiap kata yang kau pilih
di luar segalamu yang tak berpintu
aku duduk memeluk kotak tissue
Kamis, 05 Maret 2009
orang orang bertudung payung
"Jangan bernapas dengan udaraku!"
Kau dengar kami saling meneriaki pagi ini?
Hatihati,
setiap orang menyimpan angin celaka
yang selalu berpusing tak jauh-jauh dari kepalanya
Masingmasing menutupinya dengan payung warna warni
Payungpayung yang selalu terkembang semarak dan ceria.
Yang namun di pangkal tangkainya akan kau temu
Bukubuku jemari kami biru kaku
: tangantangan yang mengepal mati
Ah, tapi kami suka tangan kami,
Dengan jemari terkunci seperti ini
Tak perlu bersalam selamat datang atau melambai untuk bermacam kepulangan
Cukup menggenggam tangkai payung masingmasing kuatkuat,
Dan kami akan selamat.
Asal tidak lupa naik bis kota dengan kaki kanan dan turun dengan kaki kiri
Sungguh kami tak perlu mengkuatirkan apaapa lagi.
Termasuk mengkuatirkan cinta seperti katamu
Siasia saja
Dia sudah gantung diri di menara kota dengan seluruh kabel listrik yang kami punya
Kota jadi mati lampu sejak itu
Tapi tak apalah kita bergelapgelap sedikit,
Kau tak keberatan bukan?
Nah, kalau begitu segera pilih payungmu sendiri,
Berdiri agak jauhjauh dari kami
Setelah itu, kita sepakat untuk tidak saling peduli
Jangan ada pertanyaan lagi
Atau lipat saja payungmu dan pergi.
Kau dengar kami saling meneriaki pagi ini?
Hatihati,
setiap orang menyimpan angin celaka
yang selalu berpusing tak jauh-jauh dari kepalanya
Masingmasing menutupinya dengan payung warna warni
Payungpayung yang selalu terkembang semarak dan ceria.
Yang namun di pangkal tangkainya akan kau temu
Bukubuku jemari kami biru kaku
: tangantangan yang mengepal mati
Ah, tapi kami suka tangan kami,
Dengan jemari terkunci seperti ini
Tak perlu bersalam selamat datang atau melambai untuk bermacam kepulangan
Cukup menggenggam tangkai payung masingmasing kuatkuat,
Dan kami akan selamat.
Asal tidak lupa naik bis kota dengan kaki kanan dan turun dengan kaki kiri
Sungguh kami tak perlu mengkuatirkan apaapa lagi.
Termasuk mengkuatirkan cinta seperti katamu
Siasia saja
Dia sudah gantung diri di menara kota dengan seluruh kabel listrik yang kami punya
Kota jadi mati lampu sejak itu
Tapi tak apalah kita bergelapgelap sedikit,
Kau tak keberatan bukan?
Nah, kalau begitu segera pilih payungmu sendiri,
Berdiri agak jauhjauh dari kami
Setelah itu, kita sepakat untuk tidak saling peduli
Jangan ada pertanyaan lagi
Atau lipat saja payungmu dan pergi.
Sabtu, 07 Februari 2009
untuk debu
bulan tak pernah selamat sampai subuh.
cuaca sedang sulit, katanya.
gambargambar jatuh.
angin berkesiur tajam tibatiba.
sampai di lantai keduanya mati bersama.
siapa itu, mengunci mereka di laci kedap udara.
aku memecah diri lebih renik dari debu
: menjadi hantu.
cuaca sedang sulit, katanya.
gambargambar jatuh.
angin berkesiur tajam tibatiba.
sampai di lantai keduanya mati bersama.
siapa itu, mengunci mereka di laci kedap udara.
aku memecah diri lebih renik dari debu
: menjadi hantu.
Minggu, 18 Januari 2009
two cigarets in the dark
kau lukis dua batang rokok di kegelapan
pada kanvas yang tidak rata
kau saput garis tipis dan warna pucat
: sebab ini benar cinta
meski bagi mereka nampak sekelabu muslihat
ucapmu di salah satu percakapan kita
pada sebuah hari yang nyaris tak bersemburat
benarkah itu kita yang kulihat di sana ?
selalu terbakar namun namun tak pernah berkurang habis meski barang se-inchi - dua saja ?
kenapa masih bertanya ?
tukasmu sederhana
aku diam -tanpa pernah sempat paham-
: entah kita dikutuk atau apa,
tapi mengapa bahagia ?
pada kanvas yang tidak rata
kau saput garis tipis dan warna pucat
: sebab ini benar cinta
meski bagi mereka nampak sekelabu muslihat
ucapmu di salah satu percakapan kita
pada sebuah hari yang nyaris tak bersemburat
benarkah itu kita yang kulihat di sana ?
selalu terbakar namun namun tak pernah berkurang habis meski barang se-inchi - dua saja ?
kenapa masih bertanya ?
tukasmu sederhana
aku diam -tanpa pernah sempat paham-
: entah kita dikutuk atau apa,
tapi mengapa bahagia ?
di jembatan penyeberangan
kembali,
aku melihatnya di jembatan penyeberangan
ruparupa pertanda dan pertanyaan
pertanda yang membawamu menjauh
pertanyaan yang memaksamu mengaduh
tidakkah
kau merasa sesak seperti bis kota
sekaligus tua dan cemong persis kereta mati langkah
yang disemaki belukar di jatinegara ?
sore tidak pernah berubah
orang-orang
pulang
dan sebuah badai dimulailah
kita berebut jalan sembari menyampirkan kegelisahan
di pohon pohon ranggas yang menunggu ditebang
kau kadang, nyaris selalu, kutahu
lebih ingin matihilang
dan menyaksikan kuku-kukumu menjelma kunangkunang
menyenangkan hati bocahbocah lugu
memilih dijebak di kelambu
ketika malam masih belum berlampu
aku melihatnya di jembatan penyeberangan
ruparupa pertanda dan pertanyaan
pertanda yang membawamu menjauh
pertanyaan yang memaksamu mengaduh
tidakkah
kau merasa sesak seperti bis kota
sekaligus tua dan cemong persis kereta mati langkah
yang disemaki belukar di jatinegara ?
sore tidak pernah berubah
orang-orang
pulang
dan sebuah badai dimulailah
kita berebut jalan sembari menyampirkan kegelisahan
di pohon pohon ranggas yang menunggu ditebang
kau kadang, nyaris selalu, kutahu
lebih ingin matihilang
dan menyaksikan kuku-kukumu menjelma kunangkunang
menyenangkan hati bocahbocah lugu
memilih dijebak di kelambu
ketika malam masih belum berlampu
Kamis, 01 Januari 2009
Langganan:
Postingan (Atom)